Rabu, 01 Mei 2013

Melihat Indonesia Yang Tidak Lagi Merah Putih



“Apakah Kelemahan kita : Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri sebagai bangsa yang besar, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong” (Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno) 

Indonesia negara yang penuh dengan kekayaan baik sumber daya manusianya dengan total penduduknya yang berjumlah 259 juta orang berdasarkan data statistik tahun 2011. Suku-budayanya yang beraneka ragam, luas wilayahnya dari sabang sampai merauke dan kekayaan alamnya yang melimpah ruah, juga kekayaan laut dengan samudera yang biru. Namun dinegeri ini juga kaya akan kepalsuan dan tipudaya dimana-mana. 

Lihat saja dengan kekayaan yang ada, Indonesia harusnya tidak lagi masuk dalam kategori negara berkembang. Indonesia seharusnya masuk dalam kategori negara maju dan mampu bersaing dengan negara-negara besar, tapi lebih ironinya lagi secara realita kita masih masuk dalam kategori negara terbelakang dan itu semua tidak bisa dinafikkan dengan kondisi Indonesia pada hari ini. 

Tingkat kemiskinan yang masih tinggi, pengangguran yang semakin bertambah dan merajalela dari hari ke hari. Banyaknya anak negeri ini yang putus sekolah karena tidak ada biaya. Jeritan dan tangisan kelaparan yang masih menggema disetiap sudut penjuru baik dikota dan desa negeri ini, kasus busung lapar dan semakin kuatnya cengkraman bangsa-bangsa asing dalam semua aspek sehingga negeri ini masih jauh dari kemandirian. 

Sungguh menyedihkan memang dengan kekayaan yang ada, negeri yang telah merdeka selama 66 tahun ini belum mampu menunjukkan kepada dunia akan identitas diri yang sebenarnya sebagai negara besar yang membanggakan dimata dunia dengan kekayaan yang ada dan nilai-nilai luhur budayanya dari sejarah bangsa ini berdiri. Indonesia yang memiliki banyak kekayaan namun masih belum bisa berdiri sendiri dalam segala aspek baik dari hal idiology, ekonomi, politik, hukum dan aspek-aspek lainnya. Kondisi yang ada membuat negeri ini seakan tidak pernah merdeka dari jajahan bangsa asing. 

Dua hal subtantif yang sangat mengakar dan menjadi hal yang sangat fundamental kenapa negeri ini masih belum bisa bangkit dari krisis multidimensi hingga pada hari ini, adalah faktor kemandirian dan kebanggaan. Negeri ini masih belum bisa lepas dari cengkraman dan juga melepaskan diri dari ketergantungan bangsa asing disebabkan tidak adanya kepercayaan diri pada diri para pemimpin negeri ini dalam bertindak. Ditambah mental kerdil masyarakat kita membuat negeri ini seakan dimatikan oleh bangsanya sendiri untuk bangkit dan berkembang bahkan melesat gemilang diera globalisasi saat ini. 

Nasionalisme yang tertanam selama ini hanyalah nasionalisme palsu penuh tipu daya. Idiology pancasila yang selama ini dibanggakan hanyalah pepesan kosong tanpa arti jauh dari implementasi. Contoh sederhana bisa kita lihat berapa banyak orang mengatakan cinta tanah airnya namun tidak menunjukkan sikap nasionalismenya pada negeri ini. Mengatakan cinta pancasila tapi tidak menjalankan nilai-nilai pancasila. Mengaku berbangsa dan bertanah air indonesia tapi tidak menghargai karya-karya anak bangsa. 

Disini saya tidak akan membahas semua aspek namun akan saya spesifikasikan dalam 1 aspek yaitu bidang olahraga saja yang menurut saya aspek kecil yaitu permasalahan timnas sepakbola Indonesia. Timnas kita yang sudah belang menjadikan negeri ini seakan tidak mampu memaksimalkan potensi-potensi anak negeri yang ada saat ini. Berapa pemain asing dalam tubuh timnas kita, berapa pemain asing dalam 1 klub liga di Indonesia? ada 8 orang pemain naturalisasi dalam timnas kita dan ada 5 orang pemain asing dalam setiap 1 klub liga yang semuanya bahkan bisa masuk dalam tim inti. 

Bayangkan apa jadinya negeri ini jika tim sepakbolanya saja dihuni pemain-pemain asing yang bukan asli pribumi. Apakah kita tidak malu dan berkaca diri. Apakah dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 didunia hanya untuk menghasilkan 11 pemain muda timnas sepak bola yang potensial saja tidak bisa? Apakah negeri ini tidak mampu menghasilkan bibit-bibit unggul atau kehabisan stok para pemudanya?, apakah negeri ini tidak memiliki para pemuda yang tertanam jiwa patriotisme dan nasionalisme yang siap membela bangsa dan tanah airnya? 

Jawabannya tentu tidak, banyak pemuda dinegeri ini yang potensial. Kita punya Andik Virmasnyah yang lincah dan berskill tinggi bahkan seorang David Beckham-pun mengakuinya. Kita juga punya Boaz Salosa bibit unggul asli tanah papua dengan torehan prestasinya di Liga Indonesia sebagai Top Skore. Kita juga punya Ahmad Bustomi yang bertehnik tinggi sebagai jenderal lapangan tengah dan yang lainnya, yang juga punya kwalitas yang tidak kalah dengan pemain-pemain naturalisasi. Ternyata banyak pemuda-pemuda potensial yang seharusnya bisa dibanggakan namun sistem bodoh dinegeri ini yang mematikan potensi mereka. Orang -orang bodoh dan bersifat kerdil yang mebuat negeri ini semakin terpuruk dan terjerembab kelubang keterpurukan yang semakin kelam. 

Negeri ini dipimpin para begundal-begundal haus kekuasaan, beridiology kapitalis-matrealis dan bersikap pragmatis. Sehingga semua kebijakan yang dihasilkan berdasarkan value (nilai) dan juga popularitas semata demi citra dan kehormatan palsu. Tulisan ini bentuk kritik saya ketika saya menyaksikan pertandingan antara timnas Indonesia dengan timnas Arab Saudi di Gelora Bung Karno Senayan belum lama ini dimana timnas kita kalah dengan skore 2-1. 

Berapa banyak sdm Indonesia yang berkwalitas dinegeri sendiri tidak dihargai tapi dinegeri orang mendapat apresiasi tinggi. Inilah yang saya katakan kita tidak bangga dengan diri sendiri, kita tidak menyadari kekayaan potensi yang kita miliki. Kita selalu membangggakan produk-produk asing. Kita tidak pernah memposisikan negeri sendiri yaitu Indonesia sebagai negara yang besar. Kita seakan lupa dengan warna bendera sendiri. Berkibarnya bendera dihalaman rumah kita menjelang peringatan proklamasi setiap tahunnya menjadi bukti jika nasionalisme yang kita banggakan selama ini adalah ilusi dan fatamorgana karena kita belum mampu memaknai arti nasionalisme itu sendiri. 

Silahkan kalian interpretasikan sendiri tulisan saya ini, jika kalian tidak setuju bagi saya tidak jadi masalah, karena ini hanyalah bentuk kecintaan dan keperihatinan saya akan masa depan negeri ini jika frame dan paradigma berfikir kita tidak dirubah dari sekarang. Akan jadi apa bangsa ini jika rasa bangga dan kepercayaan diri akan segala potensi yang ada tidak dibangun dalam jiwa-jiwa kita sebagai warga negara dinegeri yang telah berjuang habis-habisan untuk kemerdekaanya sehingga diakui oleh dunia hingga pada hari ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar