Rabu, 01 Mei 2013

Dangerous, Otak Intelektual Century Belum di Tangkap!



Saat ini, sudah banyak deretan kasus korupsi yang telah berkelana di masyarakat Indonesia. Karena faktanya, kita dapat melihat misalnya bagaimana sektor eksekutif, legislatif dan yudikatif dipenuhi para koruptor. Banyak kader partai politik, pejabat pemerintah dan penegak hukum terjerat korupsi sehingga kepercayaan rakyat semakin memburuk. Kondisi ini meninggalkan keprihatinan mendalam sehingga membuat banyak pihak terpanggil untuk melakukan perubahan. Perubahan yang lebih baik untuk negeri tercinta kita ini. 


Perilaku korupsi ini sangat mengerikan, karena kita akan tahu bagaimana kebobrokan hukum yang sedang berkelana di Indonesia. Kesadaran hukum sudah hancur lebur di Indonesia. Hukum yang seharusnya menjadi panglima malah sibuk diperjual-belikan demi kepentingan penguasa. Wajar akhirnya berkembang pendapat “Siapa yang punya uang, dia dapat membeli hukum di negeri ini”. 


Akibat dari per-jual-beli-an hokum ini, masyarakat kita dipertontonkan mengenai parade korupsi yang berkepanjangan. Kita dipaksa menonton bagaimana megaskandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI, kasus korupsi Bank Century, Rekening Gendut Polri, kasus korupsi Wisma Atlet, korupsi simulator SIM dan kasus korupsi lainnya yang tidak kunjung diselesaikan. 


Salah satu persoalan korupsi yang tidak termaaafkan dan tentu yang masih kita ingat betul adalah skandal korupsi Bank Century yang merugikan negara mencapai Rp 6,7 triliun. Ketika itu pemberian dana talangan Century dilakukan perumus kebijakan dengan beralasan “Menyelamatkan Negara”. Mereka meyakini kasus Century akan berdampak sistemik sehingga dapat merusak sendi perekonomian. Jadilah para penjual negara seperti Presiden SBY, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia, Boediono setuju mengalirkan bantuan kepada bank sakit seperti Century. Akibat operasi senyap yang misterius ini terjadi mallpraktek keuangan yang “Membunuh” masa depan rakyat Indonesia. Dan dari dana bail out Bank Century yang telah mencapai angka triliunan, tentunya membuat rakyat Indonesia naik darah. 


Seperti halnya kasus-kasus lain, penegak hukum Indonesia memang identik dengan langkah-langkah penanganannya yang kurang gercep (gerak cepat) alias lamban. Dan ironisnya, sampai sekarang otak intelektual Century belum ditangkap. Aparat penegak hukum terlalu pengecut dan bersikap banci dalam mengusut tuntas kasus Century. Padahal bukti keterlibatan Boediono sudah sangat jelas. Berdasarkan temuan investigasi Bank Century yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2009 disebutkan pada tanggal 14 November 2008, Boediono mengubah persyaratan CAR untuk mendapatkan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) menjadi “Positif”. Sementara penelitian lebih lanjut menyebutkan posisi CAR Bank Century pada tanggal 31 Oktober 2008 ada pada titik negatif 3,53 persen. Dengan demikian, menurut peraturan baru seharusnya Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Selain itu, BPK juga menemukan bahwa sebagian jaminan FPJP yang disampaikan Bank Century senilai Rp 467,99 miliar nyata-nyatanya tidak secure. 


Bahkan, hingga awal 2012, kasus Bank Century belum mampu diselesaikan. Hal itulah yang membuat kasus Bank Century selalu menjadi pembicaraan yang hangat di beberapa media massa, media elektronik atau cetak. Lantas, sebenarnya bagaimana awal cerita dongeng negeri ini terkait kasus Bank Century yang seolah-olah tak kunjung usai ini? Untuk menjawab rasa penasaran yang mendalam Anda, berikut ini adalah kronologi cerita dongen kasus Bank Century ini berawal. #Check it out! 


1. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2003 


Kronologi awal bergulirnya kasus Bank Century dimulai sejak 2003 ketika Bank CIC diketahui tengah mendapat masalah. Masalah yang menimpa Bank CIC diindikasikan dengan ditemukannya beberapa surat berharga valuta asing yang mencapai angka 2 triliun rupiah. 


Valuta asing tersebut tidak mempunyai peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah, serta tidak mudah untuk dijual. Akhirnya, Bank Indonesia (BI) pun memberikan saran merger guna mengatasi ketidakberesan yang terjadi dalam bank tersebut. 


2. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2004 


Sesuai yang disarankan BI, Bank CIC pun melakukan merger dengan Bank Danpac serta Bank Pikko yang kemudian mengganti namanya menjadi Bank Century. Berbagai surat berharga valuta asing pun terus bercokol dalam neraca Bank Century. Sebenarnya, BI telah memerintahkan Bank Century untuk menjual valuta asing tersebut, namun pemegang saham tidak menurutinya. 


Pemegang saham lebih memilih menghasilkan sebuah perjanjian untuk mengubah berbagai surat berharga valuta asing tersebut menjadi deposito di Bank Dresdner, Swiss. Belakangan, deposito yang ditanam di Bank Dresdner ternyata sangat susah untuk ditagih. 


3. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2005 


Pada 2005, BI berhasil mendeteksi beberapa surat berharga valuta asing di Bank Century yang berjumlah sekitar 210 juta dolar Amerika. 


4. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2008 


Akhirnya, tahun 2008 menjadi titik awal terkuaknya kasus Bank Century hingga menjadi perbincangan hangat di kalangan publik dan penyidik. Pada 30 Oktober dan 3 November 2008, ditemukan berbagai surat berharga valuta asing yang telah jatuh tempo dan gagal bayar hingga mencapai angka 56 juta dolar Amerika. Sementara itu, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas. Akhirnya, posisi bank Century pada 31 Oktober berkurang hingga 3,53 persen. 


Kasus Bank Century semakin rumit dengan kegagalan kliring akibat kegagalannya menyediakan dana (prefund) pada 13 November 2008. Pada 17 November 2008, Antaboga Delta Sekuritas miliki Robert Tantular mulai melakukan pembayaran kewajiban terhadap produk discreationary fund yang telah dijual Bank Century pada akhir 2007. 


Tidak berhenti sampai di situ, pada 20 November 2008, Bank Indonesia melayangkan surat kepada Menteri Keuangan. Isi surat tersebut tiada lain berupa penetapan bahwa Bank Century termasuk bank gagal yang dapat memberikan dampak sistemik. 


Oleh sebab itu, BI memberikan usul untuk melakukan langkah penyelamatan melalui pihak LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Pada hari yang sama, KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) yang beranggotakan BI, Menteri Keuangan, dan LPS, pun akhirnya memutuskan untuk melakukanmeeting. 


Berdasarkan keputusan yang ditetapkan KKSK dalam surat No.04.KKSK.03/2008, Bank Century resmi diambil alih oleh LPS pada 21 November 2008. Salah satu pemegang saham, Robert Tantular, beserta tujuh orang pengurus lain Bank Century menerima pencekalan. Dua pemilik Bank Century, yaitu Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi pun tiba-tiba menghilang. 


Akhirnya, LPS memutuskan untuk memberikan talangan dana sebesar 2,78 triliun rupiah guna mendongkrak CAR agar mencapai angka 10 persen. Pada 5 Desember 2008, LPS pun merealisasikan janjinya dengan memberikan suntikan dana sebesar 2,2 triliun rupiah kepada Bank Century demi memenuhi tingkat kesehatan sebuah bank. 


Setelah mendapat suntikan dana dari LPS, kasus Bank Century tidak selesai begitu saja. Pada 9 Desember 2008, Bank Century mulai mendapatkan berbagai tuntutan dari ribuan investor Antaboga terkait penggelapan dana investasi sebesar 1,38 triliun rupiah. Tidak salah lagi, dana para investor Antaboga itu pun dialirkan ke kantung Robert Tantular selaku pemilik Bank Century. 


Pada 31 Desember 2008, Bank Century tercatat telah mengalami kerugian sebesar 7,8 triliun rupiah sepanjang tahun 2008. Pada 2007, Bank Century memiliki sejumlah aset sebesar 14,26 triliun rupiah. Namun, aset tersebut mulai tergerus dan hanya menyisakan 5,58 triliun rupiah. 


5. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2009 


Untuk memulihkan kesehatan Bank Century, LPS kembali menyuntikkan dana sebesar 1,5 triliun rupiah pada 3 Februari 2009. Sayangnya, kasus Bank Century tidak lantas menemui penyelesaian. Akhirnya, Bank Century terlepas dari pengawasan khusus Bank Indonesia pada 11 Mei 2009. 


Pada 3 Juli 2009, parlemen mulai melayangkan gugatan terkait dana penyelamatan Bank Century yang dinilai terlalu besar. Terlebih, LPS kembali menyuntikkan dana sebesar 630 miliar rupiah untuk Bank Century pada 21 Juli 2009. Sejak saat itu, kasus Bank Century kian mendapat sorotan tajam. 


Kasus Bank Century ini pun telah mengantarkan Robert Tantular pada tuntutan hukuman selama 8 tahun penjara serta denda uang sebesar 50 miliar rupiah subsider 5 bulan kurungan penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tuntutan hukuman Robert Tantular tersebut ditetapkan pada 18 Agustus 2009. 


Sebelum vonis dijatuhkan, tepatnya 15 Agustus 2009, pihak manajemen Bank Century menggugat Robert Tantular sebesar 2,2 triliun rupiah. Pada 3 September 2009, Kapolri meminta DPR untuk terus melakukan pengejaran aset milik Robert Tantular sebesar 19,25 juta dolar Amerika serta aset milik Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi senilai 1,64 miliar dolar Amerika. 


Akhirnya, Robert Tantular menerima vonis 4 tahun hukuman penjara serta denda uang sebesar 50 miliar rupiah pada 10 September 2010. Vonis yang diterima Robert Tantular ini terbilang lebih ringan dibanding tuntutan yang diajukan, yaitu 8 tahun hukuman penjara serta denda uang sebesar 50 miliar rupiah. 


Itulah kronologi awal bergulirnya kasus Bank Century yang begitu menghebohkan publik dan penyidik. Sayangnya, kasus Bank Century tersebut telah menjadi pemicu munculnya kasus lain, seperti kasus yang menimpa Bibit dan Chandra, yang digadang-gadangkan berkaitan erat dengan kasus Bank Century. 


Bahkan, pihak Tim Pencari Fakta (TPF) yang menangani kasus hukum Bibit dan Chandra mencuatkan dugaan adanya usaha kriminalisasi kepada pimpinan KPK kala itu hingga berbuntut pada penahanan Bibit dan Chandra. Upaya kriminalisasi yang menyeret Bibit dan Chandra itu pun disebut-sebut masih berkaitan erat dengan kasus Bank Century. 


Tetapi kali ini, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono - Wakil Presiden RI - tidak bisa mengelak lagi. Sebuah surat yang diterima Tim Pengawas DPR RI untuk Penuntasan Kasus Bank Century (Timwas Century), Rabu (10/4) sore, tertera jelas nama dan tanda tangan Boediono, sebagai pemberi kuasa kepada pejabat BI untuk memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century tahun 2008. 


“Kalau peran Boediono pasti ada dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bank Century. Sebagai Gubernur BI tentu dia mengerti dan tahu tentang pemberian FPJP,” ujar Abraham di kantor KPK, Rabu 21 November 2012. 


Merespon pernyataan KPK ketika itu, Boediono mengaku siap membantu memproses penegakan hukum kasus Century hingga tuntas. 


“Soal Century adalah pertanggungjawaban DPR. Century ini sampai tuntas harus menjadi taruhan DPR. Periode ini saja. Karena tahun terakhir masa perpanjangan timwas. Kalau tidak tuntas, DPR nanti dianggap tidak bisa menuntaskan pekerjaan sesuai rekomendasi paripurna DPR,” kata Anis Matta di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (26/2/2013). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar