Kamis, 03 Juli 2014

OPTIMALISASI STRATEGIC DALAM MENGELOLA BANK

Nama              : Wiwit Tri Chahyani
NPM               : 27212761
Kelas               : SMAK06-5
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN 2


OPTIMALISASI STRATEGIC DALAM MENGELOLA BANK

Bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary yang berarti menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat ke dalam bentuk pinjaman. Dilihat dari struktur asset bank, kredit atau pinjaman merupakan aktiva produktif terbesar sehingga pendapatan bunga yang diperoleh bank dari penyaluran kredit ini merupakan pendapatan terbesar yang di peroleh bank. Tapi karena sumber dana utama yang digunakan untuk membiayai penyaluran kredit tersebut berasal dari pihak ketiga maka besarnya pendapatan bunga tersebut akan diikuti pula dengan besarnya beban bunga yang harus dibayar kepada nasabah. Oleh karena itu pihak bank harus dapat menentukan besarnya tingkat bunga yang paling efektif sehingga kredit yang disalurkan dapat mengahasilkan laba yang sebesar-besarnya. Untuk menilai fungsi intermediary tersebut dengan menggunakan perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana.
 Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang menunjukan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dapat dikumpulkan dari masyarakat. Loan to Deposit Ratio menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Rasio antara seluruh jumlah. Kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Semakin tinggi rasio tsb, maka makin rendah likuiditas bank  tersebut. Nilai LDR dapat ditentukan melalui suatu formula yang ditentukan oleh bank Indonesia melalui surat edaran bank Indonesia.
Perhitungan LDR sebagai berikut :



        
      Kebijakan Bank ada 3 yaitu  Konservatif ,moderate dan ekspansi . Konsevatif adalah Kebijakan pendanaan aktiva lancar dengan cara pendanaan seluruh aktiva tetapnya dengan modal jangka panjang dan sebagian dari aktiva lancar permanennya (aktiva tetap yang harus dimiliki oleh bank meskipun sedang berada di bagian terendah siklus bisnisnya) dengan kredit jangka panjang nonspontan. Strategi ini untuk mendapatkan keuntungan pendanaan utang jangka pendek lebih murah dari utang jangka panjang artinya bank lebih memperhatikan likuiditasnya dibandingkan profitabilitasnya.


Bank memiliki kebijakan moderate apabila cadangan simpanan/capital bank itu seimbang dengan penyaluran kreditnya terhadap masyarakat. nilai LDR moderate berkisar 40%-60% sehingga penyaluran kredit terhadap masyarakat akan seimbang dengan simpanan deposit bank tersebut.

Faktor ekspansi kredit yang ditunjukkan dengan rasio LDR sangat penting oleh bank dalam menjalankan intermediasinya dengan tujuan untuk memperoleh laba yang didapat dari selisih pendapatan bank dengan beban bunga simpanan (spreed). Dengan peningkatan dan pengelolaan penyaluran kredit yang baik akan mendorong suatu bank untuk meningkatkan kemampuannya dalam memperoleh laba (profitabilitas). Selain itu kebijakan ekspansif dapat meningkatkan rasio kecukupan modal securities dengan modal minimal 20% dan dapat menekan LDR sampai 110%
Untuk mengurangi tingginya resiko yang dihadapi perbankan dalam penyaluran pinjaman yang diberikan dibandingkan dengan besarnya modal sendiri dan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank, berdasarkan ketentuan yang sedang berlangsung dalam surat edaran Bank Indonesia. Batas aman LDR suatu bank secara umum adalah sekitar 90%-100% sedangkan menurut ketentuan bank sentral, batas aman LDR suatu bank adalah 110%
Dalam kebijakan ekspansif terdapat kebijakan “The law of the large number” adalah suatu konsep statistik yang menghitung jumlah rata-rata kejadian/resiko dalam sebuah sample atau populasi untuk memprediksi sesuatu. Semakin besar populasi yang dihitung, maka prediksinya akan semakin tepat. Dalam bidang asuransi, Hukum Bilangan Besar ini digunakan untuk memprediksi resiko kerugian atau klaim dari sejumlah peserta sehingga preminya bisa dihitung dengan tepat. Misalnya terdapat rata-rata bahwa dari setiap 100 peserta asuransi, terdapat satu peserta yang mengajukan klaim kecelakaan, maka premi dari 100 peserta itu harus bisa memberikan Uang Pertanggungan kepada minimal 1 klaim kecelakaan. Semakin besar peserta asuransi yang dihitung, maka akan semakin tepat prediksi kalim dan perhitungan preminya. Pengalaman dari suatu perusahaan asuransi sangat berperan dalam menghitung angka-angka tersebut.di dalam bidang perbankan jika bank harus memilih 1000 orang yang akan menabung 10.000 atau 1 orang yang menabung 1.000.000 maka bank akan memilih 1000 orang yang akan menabung 10.000 karena semakin banyak nasabah yang menabung di bank tersebut, maka semakin baik kualitas bank tersebut.
Laba yang diperoleh bank dapat ditunjukkan dapat dilihat dari perhitungan di bawah ini


Untuk mengoptimalisasi profitabilitas bank, Bank dapat mengoptimalkan tingkat pendapatannya dengan cara peningkatan interest speed income dan fee based income.Interest speed income yaitu pendapatan bunga yang diperoleh oleh bank dari hasil selisih bunga pinjaman dan bunga simpanan ( i2 – i1). Dana pihak ketiga meliputi tabungan, giro, dan deposit. Sedangakan asset bank terdiri dari kredit dan securities. Sedangkan fee based income yaitu pendapatan bank dari hasil pemberiaan jasa contohnya kliring, valas, transfer, safe deposit pos, inkaso, Letter of Credit & bilyet giro. Dana pihak ketiga yang diperoleh bank akhinya memberiakan fasilitas dan kemudahan untuk para nasabahnya dengan penerapan integrasi data base. Selain optimalisasi tingkat pendapatan bank juga dapat mengurangi bebannya yaitu dengan melakukan efisiensi. Efisiensi yang dapat dilakukan oleh bank diantaranya :

1. Kegiatan Operasional :
Bank dapat melakukan efisiensi dalam kegiatan operasionalnya diantaranya dengan pemberlakuan ATM, dengan pemberlakuan ATM maka bank dapat mengurangi jasa dari teller bank yang akhirnya dapat mengurangi beban operasional bank. Selain itu dengan pemberlakuan ATM nasabah dapat memperoleh dana dan menstransfer dan dengan lebih efisien

2. Human resources :
Sumber daya manusia sangat diperlukan dalam kegiatan operasional bank. Human resources dapat disebut juga sebagi human capital artinya karyawan sebagai asset perusahaan , yaitu karyawan yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata dan karyawan yang mempunyai sertifikasi.


Productivity paradoks

Dalam dunia perbankan terdapat istilah Productivity paradoks  yaitu fenomena ”ketidakcocokan” atau ”ketidakseimbangan” antara besaran investasi yang dikeluarkan untuk keperluan teknologi informasi dengan ukuran total output yang dihasilkan. Productivity paradoks dapat diakibatkan karena :
1. Permasalahan analisa dan representasi data tidak memperlihatkan terjadinya peningkatan produktivitas;
2.  Manfaat yang diperoleh oleh teknologi informasi tidak terlihat karena adanya kerugian di area lain; dan
3.    Peningkatan produktivitas tidak terlihat karena adanya kegagalan penerapan teknologi informasi atau tingginya alokasi biaya teknologi informasi.


Likuiditas


Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang sangat kompleks dalam kegiatan operasi bank. Hal ini karena menyangkut dana pihak ke tiga (DPK) yang sebagian besar sifatnya jangka pendek dan tak terduga. Pengelola bank harus memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk jangka waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Dalam likuidasi dikenal istilah Legal Reserve Requirement (LRR) adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia.LRR tebagi menjadi 2 yaitu :


1.      Reserve Requirement (RR)

 jumlah dana yang harus dipertahankan dalam rekening giro pada bank sentral atau pada bank koresponden dalam bentuk kas; rekening giro yang merupakan cadangan wajib minimum di bank sentral tidak diberikan bunga; bank umum wajib memelihara cadangan wajib minimumnya pada bank sentral. Biasanya Reserve Requirement berupa rekening koran pada BI dengan jumlah 2% dari depositnya.

2.      Excess Reserve (ER)


selisih antara saldo giro perbankan di bank Indonesia dengan Giro Wajib Minimum (GWM) berupa rekening koran pada BI
Ada dua kemungkinan kejadian Jika rekening koran pada BI tinggi maka LRR tinggi berarti banyak dana yang Unloanable Fund sehingga bank lebih aman jika terjadi culture shock (krisis) tetapi bank tidak bisa optimal dalam kegiatan operasionalnya karena dana tersebut tidak dapat disalurkan (kredit). Sedangkan jika rekening koran pada BI rendah maka LRR rendah, selanjutnya Loanable fund tinggi sehingga maka bank akan semakin rentan menghadapi culture stock. Oleh karena itu, bank melakukan solusi melalui Risk Management yang terdiri dari lima level, high to low. Risiko ada yang dapat dikontrol ada pula yang tidak bisa dikontrol. Risiko yang dapat dikontrol seperti berapa jumlah cek atau giro nasabah. Risiko yang tidak dapat dikontrol seperti perilaku nasabah jika mendengar isu-isu (rush).


Konglomerasi modern


SITI BANK ingin melakukan ekspansi tetapi tidak ingin menyiapkan modal yang besar untk membuat perusahaan baru untuk itu  SITI BANK menyalurkan kredit kepada PT. X perusahaan leasing. Lalu PT. X melakukan kerja sama dengan SETRA COMPANY dalam melakukan penjualan motor  dengan harga Rp 10 juta. SETRA COMPANY kekurangan dana sehingga ia meminjam uang kepada SITI BANK untuk membuka usaha.PT. X mengasuransikan motor yang dijualnya ke perusahaan asuransi (PT. ZK) jika ada pembeli yang tidak dapat melunasi pembelian kredit motor dengan membayar premi kepada PT. ZK Rp 10.000. Suatu hari Mr. A meninggal sebelum melunasi kreditnya, karena PT. X sudah mengasuransikan motor yang dijualnya maka PT. X mendapatkan Uang Pertanggungan (UP) sebesar Rp 10.000.000.  Melihat transaksi yang terjadi antara PT. X, SETRA COMPANY, dan PT. ZK membuat SITI BANK tertarik untuk  bekerja sama dengan PT. ZK dalam asuransi perbankan sehingga SITI BANK memiliki pengaruh pada PT. ZK.PT. ZK mendapatkan premi dari PT. X sebesar Rp 10.000 dengan menjamin penjualan motor dengan harga Rp 10 juta. Namun, PT. ZK tidak sanggup  menanggung risiko sebesar Rp 10 juta tersebut. PT. ZK hanya mampu menjamin Rp 2 juta sehingga hanya mendapatkan premi Rp 2.000. Kemudian PT. ZK bekerja sama dengan perusahaan asuransi lain, PT. KL untuk menanggung uang Rp 8 juta sehingga PT. KL mendapat premi Rp 8.000. Hal ini disebut Reasuransi.PT. KL ternyata tidak sanggup untuk menanggung Rp 8 juta dan hanya dapat menanggung Rp 2 juta sehingga PT. KL mengajak kerja sama perusahaan lain, PT. OP untuk menanggung sisanya sebesar Rp 6 juta. Oleh karena itu, PT. KL hanya mendapat Rp 2 ribu dan PT. OP mendapat Rp 6 ribu atas premi. Hal ini disebut Retrocessi.Dalam hal ini, PT. OP mendapat bagian yang paling besar, sehingga PT. OP membuat tiga perusahaan baru, yaitu OK, LO, MO. Kemudian ketiga perusahaan tersebut melakukan pembelian saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan proporsi 25% (OK), 20% (LO), dan 15% (MO) dan menjual kembali saham tersebut segera setelah harga saham tersebut naik (short selling) dengan mendapatkan capital gain.Pada suatu saat, SITI BANK menjual sahamnya ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan dibeli oleh OK, LO, dan MO anak perusahaan dari PT OP. Dengan kata lain, PT. OP memiliki saham pada SITI BANK sebesar 60%. Persentase ini menyebabkan PT. OP memiliki kepemilikan atas SITI BANK dan secara tidak langsung PT. OP juga memiliki pengaruh terhadap PT. ZK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar