ditulis oleh : Andy Riansyah
Indonesia adalah salah satu negara yang sangat mementingkan peringatan hari-hari bersejarah. Setiap bulan ada saja itu. Bulan April ada hari Kartini, Mei ada hari pendidikan nasional, Juni ada hari kelahiran Pancasila dan seterusnya. Mungkin ini kegemaran penguasa menetapkan hari-hari itu. Termasuk salah satunya adalah hari pendidikan nasional.
Hari pendidikan nasional ditetapkan hampir bersamaan waktunya dengan penetapan hari Kartini, hari kebangkitan nasional, dan hari-hari yang dianggap sebagai momentum yang melahirkan bangsa Indonesia. Pada tahun 1954, Muhammad Yamin,menteri pendidkan saat itu mengusulkan kepada presiden Soekarno, tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional.
Mengapa tanggal 2 Mei? Karena Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei. Tapi mengapa Ki Hajar Dewantara? Karena Ki Hajar Dewantara dikenal oleh kalangan aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia sebagai seorang yang ikut andil bersama Soekarno dan lain sebagainya dalam usaha mendirikan negara ini. Pada saat yang sama, beliau juga seorang aktivis pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah taman siswa. Oleh sebab itu, ketika pertama kali Soekarno membentuk kabinet, yang diangkat sebagai menteri pendidikan adalah orang yang paling dekat dengannya dan aktif dalam bidang pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara. Kebetulan Ki Hajar Dewantara satu zaman dan dekat dengan Muhammad Yamin, Muhammad Yamin juga tahu kiprah beliau sehingga ketika Muhammad Yamin ingin menetapkan 1 hari pendidikan nasional, maka dipilihlah waktu kelahiran Ki Hajar Dewantara.
Selain Ki Hajar Dewantara, Indonesia sebenarnya punya tokoh-tokoh pendidikan diantaranya KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan. KH. Hasyim Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul ‘Ulama. KH. Ahmad Dahlan adalah pendiri Muhammadiyah. Tapi mengapa bukan tanggal kelahiran mereka yang dipilih sebagai hari pendidikan nasional? Kedekatan Ki Hajar Dewantara dengan penguasa saat itu yaitu Soekarno dan Muhammad Yamin menjadi faktor kuat terpilihnya hari kelahiran Ki Hajar Dewantara sebagai hari pendidikan nasional. Padahal faktor pengaruh untuk pendidikan Indonesia lebih patut diperhitungkan daripada faktor kedekatan untuk memilih tokoh pendidikan sesungguhnya.
Menurut penulis,tokoh pendidikan yang perlu disebut pertama kali adalah tokoh-tokoh pesantren di Indonesia. Karena sebelum ada sekolah taman siswa yang sebenarnya sekolah warisan model Belanda, lembaga pendidikan di Indonesia yang paling tua dan lama ikut mencerdaskan dan mempersiapkan bangsa ini untuk menghadapi perubahan adalah pesantren. KH. Hasyim Asy’ari adalah salah seorang dari perkumpulan tokoh pesantren dalam Nahdlatul ‘Ulama, sepantasnya lebih diapresiasi karena yang mempertahankan pendidikan asli Indonesia adalah pesantren.
Ketika Muhammadiyah pertama kali berdiri, KH. Ahmad Dahlan adalah seorang yang memberikan alternatif konsep pendidikan di Indonesia. Walaupun beliau mengambil model pendidikan Belanda seperti taman siswa, tapi tidak serta merta menghilangkan jati diri bangsa Indonesia yang mayoritas warganya muslim. Beliau mendirikan sekolah HIS, MULO, dan sekolah guru dimana-mana. Namun di belakang nama sekolah tersebut berlabel made Quran. Contohnya HIS made Quran dan MULO made Quran. Pengaruh beliau dalam pendidikan lebih besar dari Ki Hajar Dewantara karena sekolah beliau lebih awal ada dan lebih banyak dari taman siswa. Sejak dulu sampai sekarang pesantren Nahdlatul ‘Ulama dan sekolah Muhammadiyah lebih banyak dari taman siswa. Artinya KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan lebih dominan pengaruhnya dari Ki Hajar Dewantara untuk pendidikan Indonesia.
Sejarah Ki Hajar Dewantara mirip sejarah Nurchalis Majid, pendiri paramadina. Jumlah paramadina tidak banyak di Indonesia. Karena didirikan oleh seorang yang dekat dengan penguasa dan terkenal oleh media, sehingga paramadina terkenal di Indonesia. Mirip dengan sekolah taman siswa yang jumlahnya tidak banyak, tapi terkenal karena didirikan oleh Ki Hajar Dewantara yang dekat dengan penguasa dan cukup dikenal publik.
Kelompok nasionalis yang tergabung dalam PNI (Partai Nasional Islam) mengambil jarak yang serius dengan kelompok Islam. Hal ini karena kelompok Islam menerima Islam sebagai dasar negara Indonesia, sedangkan kelompok nasionalis menolaknya. Soekarno dan anggota kelompok nasionalis yang menguasai pemerintahan saat itu sedang tidak senang dengan kelompok Islam. Oleh karena itu, sangat dimengerti mengapa Soekarno tidak memilih tokoh Islam seperti KH. Hasyim Asy’ari atau KH.Ahmad Dahlan sebagai ikon pendidikan Indonesia. Kemudian, Soekarno dan M.Yamin tidak serius melihat pesantren dan sekolah Islam sebagai pendidikan yang mencerdakan kehidupan bangsa. Padahal pesantren menjaga bangsa ini tetap terdidik,memiliki literasi dan peradabannya tinggi. Soekarno memandang pesantren sebagai kaum sarungan yang terbelakang. Oleh karena itu jika Soekarno mengangkat tokoh pesantren, tidak memberikan kesan bahwa Indonesia punya pendidikan yang maju. Sedihnya, Soekarno meminggirkan tokoh-tokoh Islam yang padahal jauh lebih berpengaruh dalam pendidikan Indonesia.
“Perhatikan sejarahmu untuk masa depan yang lebih baik”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar